Gunung Bromo, 17 September 2014
Guncangan seru ini rasanya sudah berlangsung berjam-jam tanpa henti. Berenam: aku, Nabila, Mas'ul, Ido, Wendy, dan Bapak Sopir Hartop, tertawa dan bercanda sepanjang perjalanan dari penanjakan ke kaki gunung bromo. Ketika akhirnya turun dari Hartop, aku tahu perjalanan akan semakin seru karena kami akan bergabung dengan seluruh teman-teman dari Indonesia dan Singapura. Yup, Singapura! Perjalanan kali ini adalah salah satu kegiatan dalam rangkaian TF-SCALE yaitu pertukaran future leader (pemimpin masa depan) antara Indonesia-Singapura tahun 2014 lalu. Ini adalah kali pertama aku akan naik gunung dan aku merasa terhormat sekaligus malu. Selama ini aku tinggal cukup dekat dengan gunung bromo, tetapi harus menikmatinya untuk pertama kali bebarengan dengan para turis. Tetapi, hal itu tidak sedikit pun mengurangi keasyikan perjalanan.
Matahari Terbit di Penanjakan |
Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, sesaat sebelum naik Hartop kami sudah menyaksikan matahari terbit di puncak penanjakan. Udara sedang dingin-dinginnya ketika kami menaiki tangga menunggu penanjakan. Aku membungkus tangan rapat-rapat dengan sarung tangan dan memasukkannya di saku jaket sepanjang jalan. Aku bahkan harus meminjam jaket tambahan dari seorang teman karena dingin masih bisa menembus jaketku sampai ke tulang. Tapi sekarang, setelah kami sampai di kaki gunung bromo, matahari sudah muncul dan udara mulai menghangat.
Turis Lokal dan Internasional Mengabadikan Matahari Terbit di Penanjakan |
Jika di penanjakan tadi mata kami dimanjakan dengan pemandangan matahari terbit dan hamparan beludru hijau berbukit-bukit, dan hidung kami dimanjakan dengan udara segar lagi dingin, di kaki gunung bromo ini kondisinya 180 derajat. Tanah yang berupa pasir bercampur kotoran kuda kering terbang kemana-mana sehingga masker adalah perlengkapan wajib disini. Tetapi, masih ada pemadangan bukit-bukit kecil di sekitar kami sehingga kami bisa mengambil foto gunung yang close up. Kami juga sempat melakukan foto klasik, levitation, alias foto sambil melompat sehingga badan kami tampak melayang. Kami melompat setidaknya 10 kali dan baru bisa melakukannya secara serempak. Tapi bukan capek yang kami rasakan, justru seru sekali ketika kami sadar susah sekali bersama-sama melompat pada hitungan 3, dan kami tertawa lepas dari satu kegagalan ke yang lainnya.
Aku dan kebanyakan teman ingin mendaki dengan kedua kaki, dan bukannya mengandalkan kuda. Tetapi sebagian besar teman-teman Singapura memilih naik kuda yang lebih nyaman. Kami pun berpisah dan teman seperjalananku berganti menjadi: aku, Nabila, Tisa, Isna, Putri, dan Pak Yoga. Pak Yoga adalah dosen muda dan belum menikah sehingga beliau lebih suka dianggap teman ketimbang dosen.
Akhirnya setelah beberapa kali istirahat di tengah jalan karena kelelahan, tim kami sampai di puncak! Kami berfoto bersama kemudian aku menyempatkan foto sendirian di puncak bromo sambil membawa mawar hutan yang lagi-lagi baru aku lihat untuk pertama kalinya.
Penjualnya adalah seorang kakek yang terlihat sangat tua tetapi sangat baik.
Ada kejadian lucu selama di puncak Bromo yaitu seorang facilitator dari Singapura (atau kita di Indonesia menyebutnya dosen) bernama Mr. Lee Yan, mengaku bahwa dirinya adalah pendaki yang cukup handal. Dia bertaruh bahwa dia bisa turun dari puncak Bromo tanpa harus menggunakan tangga! Aku, teman-teman, dan facilitator lain yang bernama Mrs. Sharmila Kaana, sangsi. Mr. Lee Yan dan Mrs. Sharmila Kaana akhirnya bertaruh 100 dolar. Jika Mr. Lee Yan bisa membuktikan omongannya, 100 dolar akan keluar dari kantong Mrs. Sharmila Kaana. Kami tertawa, tetapi, ternyata omongan Mr. Lee Yan bukan isapan jempol dan dia benar-benar "sukses besar" turun dari puncak gunung Bromo "langsung" lewat gunung pasir yang terlihat cukup curam di mataku. Aku melihat Mr. Lee Yan turun dalam sekejab mata dengan takjub, semoga saja mulutku tidak terbuka terlalu lebar saat itu saking takjubnya :D haha. Alhasil, Mrs. Sharmila Kaana harus merogoh kocek cukup dalam. Hmm, 100 dolar Singapura nilainya 900 ribu rupiah! Kami juga mau, Miss XD
Mr. Lee Yan Membuktikan Kehebatannya Menuruni Lereng Gunung Tanpa Tangga! |
Setelah puas menikmati hasil kerja keras kami menaiki tangga yang berpasir, akhirnya kami turun. Di perjalan, aku, Isna, dan Putri menyempatkan berfoto sambil membawa bunga-bunga gunung yang kami beli karena kami merasa bunga-bunga ini sangat cantik. Bukan orangnya, haha.
Melihat kuda di background foto kami, aku jadi teringat cerita sedih. Diam-diam kami merasa kasihan pada kuda-kuda yang dijadikan tunggangan di gunung Bromo ini. Kami mendengar bahwa mereka tidak bisa hidup dengan layak karena turis (internasional dan lokal) sering menawar harga naik kuda terlalu murah. Penjaga kuda memberi tarif mahal karena uang itu bukan hanya menghidupi dirinya tetapi juga menghidupi sang kuda :(
Sayangi Kuda dan Sejahterakan Hidupnya! |
Cukup cerita sedihnya, kami hanya bisa berdoa semoga orang-orang lebih peduli pada kesejahteraan kuda dan mau membayar dengan layak. Semoga!
Lapangan Parkir Hartop |
Setelah semua anggota sudah turun dari puncak Bromo dan berkumpul di tempat parkir Hartop, perjalanan dilanjutkan ke bukit teletubbies. Aku kembali ke Hartopku bersama teman-teman yang sejenak terpisah: Nabila, Mas'ul, Ido, Wendy, dan tak lupa teman baru kami, Bapak Sopir Hartop. Beliau sangat lucu sehingga selalu membuat kami tertawa. Selain lucu, beliau juga kompetitif. Selalu menyalip semua Hartop lain hingga kami berada di posisi terdepan. Kami bersorak ribut setiap kami menyalip satu Hartop lainnya.
Bukit Teletubbies |
Di bukit teletubbies kami berusaha melakukan pose levitation lagi, tetapi gagal XD Tapi disamping itu teman-teman melakukan pose yang cukup lucu. Salah satunya adalah gerakan seperti bertarung ini.
Dari bukit teletubbies, lagi-lagi Bapak Sopir melaju seperti pembalap sehingga kami bisa menjadi tim pertama yang sampai di pemberhentian terakhir yaitu pasir berbisik. Untuk menghargai kerja keras Bapak Sopir Hartop yang sudah menjadikan kami juara, kami mengabadikannya dengan berfoto bersama. Setelahnya, aku menikmati pemandangan pasir berbisik sangat indah. Pasir yang kami pijak terlihat seperti berombak karena terkena angin, padahal sebenarnya pasir itu rata. Sebenarnya, pasir disini berasal dari dua jenis batuan yang berbeda warna. Yang terang terlihat seperti pasir itu sendiri dan yang gelap berliuk-liuk membentuk pola gelombang, sehingga keseluruhan seperti berombak.
My Favorite: Pasir Berbisik |
Aku berfoto sendiri disini karena aku sudah memutuskan, tempat favoritku adalah pasir berbisik. Menurutku pasir ini sangat indah terutama karena fenomena ilmiah dibaliknya :D
Dari pemberhentian terakhir ini, selanjutnya bisa ditebak, kami kembali pulang ke Malang. Hari ini sangat bersejarah buatku dan aku melakukan banyak hal untuk pertama kalinya :) Kembali ke alam sangat menyenangkan, aku benar-benar menikmati pengalaman hari ini. Menikmati alam sekarang bagiku sama dengan menikmati hidup. Aku sangat menanti tujuan selanjutnya. Aku harap, Bali? ^^
Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dan nulisbuku.com #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis
17 September 2014 - Sehari Gunung Bromo bersama TF-SCALE |
Credit Pictures to:
Nabila
Arif
Bu Ike
Myself
Aaargh~ aku belum keturutan ke bromo ._.
ReplyDeletetapi yakin sudah, klo udah kerja ntar bakal sering2 keliling. sekarang, mari kita semangat nykripsi :D
Iya, wajib ke Bromo :D paling seru kalau bisa lengkap mulai dari penanjakan melihat matahari terbit, naik ke puncak Bromo, santai di bukit teletubbies, dan yang terakhir foto-foto di pasir berbisik ^^
Deletewahh ceritanya lebih keren dari punyakuh.. semoga bisa sukses dan pergi ke bali deh ka.. ganbatee !! kalau dapat tiket satunya buat gue yah.. kwkwkwk
ReplyDeleteGanbatae juga.. Ahaha karena aku cewek jadi kalau bepergian harus sama muhrim XD
DeleteSunrise bromo memang keren, kapan-kapan saya pengen banget ke sana..
ReplyDeleteWajib ke Bromo, sunrisenya cantik ^^
DeleteIndahnya pemandangannya. Berharap bisa ke sini nantinya kalau liburan ke rumah Om di Surabaya.
ReplyDeleteSemoga bisa dan harus bisa :D Pemandangannya terlalu bagus buat dilewatkan..
DeleteKeren... belum kesampean kesini. Semoga bisa secepatnya
ReplyDeleteSemoga ^^
DeleteLho? Kamu tinggal dekat Bromo emang kamu di mana? Malang, kah? Atau kita sama-sama orang Probolinggo? Hahaha :P
ReplyDeleteMalang, haha :D
Deletewaahh seru sekali bisa pergi ramean, dan pemandangannya keren-keren. Semoga suatu hari bisa pergi kesana ^^
ReplyDeleteIya, yang bikin seru berangkatnya bareng2 4 mobil haha :D Semoga kapan2 kesampaian ke Bromo juga..
Deletebromo emang gak ada matinya....!!!!!
ReplyDeleteYup ^^ haha
Deletehai kak.. aq pengen banget niih ikut program TF SCALE inii... kasih tips tipsnya doong
ReplyDelete